Karya : Irianto
Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih
turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah
di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di
sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi.
Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas
kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah
menunjukan pukul 10.25 malam. Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon
isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya
berhenti sejenak.
Setelah saya selesai menelpon baru saya
menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki
kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya
terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat
anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan
berandai-andai, "Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri
dan anak saya?"
Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan
saya berusaha menyapanya. "Ibu, kalau mau ibu boleh ambil jaket saya,
mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak
kedinginan" Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya
berikan jaket saya. Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung
meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya
benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.
"Tunggu sebentar disini bu!" pinta
saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya
meminta air putih hangat padanya. Dan Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh
manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya
kepada ibu tersebut. "Ini bu,.. kasih ke anak ibu!" selanjutnya
mereka meminumnya berdua.
Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai.
Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat.
"Bapak, terima kasih banyak, mau
menolong saya" sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan.
"Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu
pulang kemana?" Tanya saya
Saya tinggal di daerah Bintaro tapi (dia
menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ?" dia balas bertanya.
"Ya" jawab saya singkat.
"Kenapa sampai larut malam pak,
memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak
karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
"Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya
merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau
bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya
hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi."
Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. "Bu, maafkan
saya kalau saya salah omong."
"Pak kalau boleh saya minta uang seratus
ribu, kalau bapak berkenan?" Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya
berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.
Karena perasaan bersalah, saya segera
keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha
meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan.
"ya sudah, ibu ambil saja tidak usah dipikirkan!" saya berusaha
menjelaskannya. "Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya
juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya" kembali ibu tersebut
bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan
juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini
berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya
entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas-kannya. Maka saya berikan
raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.
Tiba-tiba anaknya menangis dan semakin lama
semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar
bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya
pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut,
mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur
anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari
mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak
dapat berkonsentrasi.
Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di
shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk
segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan
saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya.
Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu
tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya. Dia meminta no telpon rumah
saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan
saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.
Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan
yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak
lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan
ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri
saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya
tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan
kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone
saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. "Gila. Saya
benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan
semua didalamnya" dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya
dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya
kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar
meng-ikhlaskan semuanya. "Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti
ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya
biar bisa lebih ikhlas" dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan
tidur.
Keesokan paginya saya terpaksa berangkat
kerja membawa mobil padahal hal ini saya tidak terlalu saya suka. Saya selalu
merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor
yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya
khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga
sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri
yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju
kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam.
Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya
mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu
saya.
Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah
bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya.
Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya
menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi
malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan
kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.
"Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah
dapat hadiah dari perempuan ?" tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya
hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang
tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..
Segera saya buka kotak tersebut dan "Ya
Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan
uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta
rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas
yang tertulis ;
"Pak, terima kasih banyak atas
pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan
maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari
dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering
terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang
setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya
semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya
jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam
di halte bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru
menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan
isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari
kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah
bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua
. (Bya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi
malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih."
Segera saya telpon isteri saya dan saya
ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan
meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal
ibadah keluarga tersebut.