Ada ratusan staf bank sentral ini yang demikian tertarik dan
tekunnya mendengar ocehan saya. Motifnya, apa lagi kalau bukan dengan niat untuk
sesegera mungkin jauh dan bebas dari manusia-manusia sulit seperti keras
kepala, suka menghina, menang sendiri, tidak mau kerja sama, dan lain-lain.
Di awal presentasi, hampir semua orang bernafsu sekali untuk membuat manusia
sulit jadi baik. Dalam satu hal jelas, mereka yang datang menemui saya
menganggap dirinya bukan manusia sulit, dan orang lain di luar sana sebagian
adalah manusia sulit. Namun, begitu mereka saya minta berdiskusi di antara
mereka sendiri untuk memecahkan persoalan kontroversial, tidak sedikit yang
memamerkan perilaku-perilaku manusia sulit.
Bila saya tunjukkan perilaku mereka; seperti keras kepala, menang sendiri, dll
dan kemudian saya tanya apakah itu termasuk perilaku manusia sulit, sebagian
dari mereka hanya tersenyum kecut.
Bertolak dari sinilah, maka sering saya menganjurkan untuk membersihkan kaca
mata terlebih dahulu, sebelum melihat orang lain. Dalam banyak kasus, karena
kita tidak sadar dengan kotornya kaca mata maka orangpun kelihatan kotor.
Dengan kata lain, sebelum menyebut orang lain sulit, yakinlah kalau bukan Anda
sendiri yang sulit.
Karena Anda amat keras kepala, maka orang berbeda pendapat sedikit saja pun
jadi sulit.Karena Anda amat mudah tersinggung, maka orang yang tersenyum
sedikit saja sudah membuat Anda jadi kesal.
Nah, pembicaraan mengenai manusia sulit hanya boleh dibicarakan dalam keadaan
kaca mata bersih dan bening.Setelah itu, saya ingin mengajak Anda masuk ke
dalam sebuah pemahaman tentang manusia sulit.
Dengan meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah guru
kehidupan, maka guru terbaik kita sebenarnya adalah manusia-manusia super
sulit.Terutama karena beberapa alasan.
Pertama, manusia super sulit sedang mengajari kita dengan menunjukkan
betapa menjengkelkannya mereka. Bayangkan, ketika orang-orang ramai menyatukan
pendapat, ia mau menang sendiri.Tatkala orang belajar melihat dari segi
positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain. Semakin sering kita bertemu
orang-orang seperti ini, sebenarnya kita sedang semakin diingatkan untuk tidak
berperilaku sejelek dan sebrengsek itu.
Saya berterimakasih sekali ke puteri Ibu kost saya yang amat kasar dan suka
menghina dulu. Sebab, dari sana saya pernah berjanji untuk tidak mengizinkan
putera-puteri saya sekasar dia kelak. Sekarang, bayangan tentang anak kecil
yang kasar dan suka menghina, menjadi inspirasi yang amat membantu pendidikan
anak-anak di rumah. Sebab, saya pernah merasakan sendiri betapa sakit hati dan
tidak enaknya dihina anak kecil.
Kedua, manusia super sulit adalah sparring partner dalam membuat kita
jadi orang sabar. Sebagaimana sering saya ceritakan, badan dan jiwa ini seperti
karet. Pertama ditarik melawan, namun begitu sering ditarik maka ia akan
longgar juga. Dengan demikian, semakin sering kita dibuat panas kepala, mengurut-urut
dada, atau menarik nafas panjang oleh manusia super sulit, itu berarti kita
sedang menarik karet ini ( baca : tubuh dan jiwa ini ) menjadi lebih longgar (
sabar ).
Saya pernah mengajar sekumpulan anak-anak muda yang tidak saja amat pintar, namun
juga amat rajin mengkritik. Setiap di depan kelas saya diuji, dimaki bahkan
kadang dihujat. Awalnya memang membuat tubuh ini susah tidur. Tetapi lama
kelamaan, tubuh ini jadi kebal.
Seorang anggota keluarga yang mengenal latar belakang masa kecil saya, pernah
heran dengan cara saya menangani hujatan-hujatan orang lain. Dan gurunya ya itu
tadi, manusia-manusia pintar tukang hujat di atas.
Ketiga, manusia super sulit sering mendidik kita jadi pemimpin
jempolan.Semakin sering dan semakin banyak kita memimpin dan dipimpin manusia
sulit, ia akan menjadi Universitas Kesulitan yang mengagumkan daya
kontribusinya.
Saya tidak mengecilkan
peran sekolah bisnis, tetapi pengalaman memimpin dan dipimpin oleh manusia
sulit, sudah terbukti membuat banyak sekali orang menjadi pemimpin jempolan.
Rekan saya menjadi jauh lebih asertif setelah dipimpin lama oleh purnawirawan
jendral yang amat keras dan diktator.
Keempat, disadari maupun tidak manusia sulit sedang memproduksi
kita menjadi orang dewasa. Lihat saja, berhadapan dengan tukang hina tentu saja
kita memaksa diri untuk tidak menghina balik. Bertemu dengan orang yang berhobi
menjelekkan orang lain tentu membuat kita berefleksi, betapa tidak enaknya
dihina orang lain.
Kelima, dengan sedikit rasa dendam yang positif manusia super sulit
sebenarnya sedang membuat kita jadi hebat. Di masa kecil, saya termasuk orang
yang dibesarkan oleh penghina penghina saya. Sebab, hinaan mereka membuat saya
lari kencang dalam belajar dan berusaha. Dan kemudian, kalau ada kesempatan saya
bantu orang-orang yang menghina tadi. Dan betapa besar dan hebatnya diri ini
rasanya, kalau berhasil membantu orang yang tadinya menghina kita.
Hanya di saat langit gelap kita dapat melihat indahnya
bintang bersinar."
Suatu hari, beberapa
orang pekerja bangunan sedang bekerja membangun sebuah gedung bertingkat. Salah
seorang pekerja yang sedang berada di atas kerangka gedung memandangi
teman-temannya di bawah. Ia lalu melemparkankan koin dan koin itu jatuh di
hadapan seorang temannya. Temannya itu diam sesaat, kemudian ia memungut koin
itu dan memasukkannya ke saku bajunya. Pekerja itu kemudian melemparkan kembali
sebuah koin dengan nilai yang lebih besar. Lagi-lagi temannya hanya memungut
koin tersebut dan memasukkannya ke saku baju tanpa melihat ke atas sedikit pun.
Pekerja lalu melemparkan batu berukuran kecil. Tak ! Batu itu tepat mengenai
kepala temannya. Temannya lalu dengan refleks mengelus-ngelus kepalanya
yang sakit, dan memandang ke atas. Melihat temannya yang terlihat hendak marah
begitu menyadari bahwa dialah si pelempar batu tersebut, pekerja itu lantas
melemparkan sebuah batu kecil yang dibungkus oleh kertas ke hadapan temannya.
Temannya memungut batu itu, kemudian membuka kertas yang membungkusnya, "Terkadang
manusia perlu sedikit teguran agar tidak lupa untuk mensyukuri nikmat yang
Tuhan berikan"
Ya. Suka tidak suka, di akui atau tidak, kerapkali begitulah diri kita. Ketika
Tuhan memberi kita begitu banyak kesenangan, limpahan kenikmatan, kita justru
lupa untuk bersyukur. Kita terlalu angkuh menyadari bahwa semua yang kita
peroleh semata-mata adalah pemberian Tuhan. Kita pun lalai dari megingat Tuhan,
dan tenggelam dalam kekufuran. Tapi ketika gelap menjadi satu-satunya
warna kehidupan, kesusahan mengintai, kita merasa kekurangan, kesempitan,
kecewa dan putus asa, barulah kita sadar bahwa sesungguhnya kita masih
membutuhkan Tuhan. Kita lalu menghiba-hiba menadahkan tangan memohon
pertolongan. Kita pun bertanya-tanya, dimanakah gerangan Tuhan bisa di temukan
? Alangkah tidak adil dan tidak tahu malunya kita.