Oleh:
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, psikolog*
Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dulu dianggap
berbahaya dan mengganggu masyarakat. Dr. Hervey Cleckley, psikiater yang
dianggap salah satu peneliti perintis tentang Psikopat, menulis dalam bukunya
“The Mask of Sanity” (1947, dalam Hare, 1993), menggambarkan Psikopat sebagai
pribadi yang “likeable, charming, intelligent, alert, impressive,
confidence-inspiring, an a great success with the ledies”, tetapi sekaligus
juga “irresponsible, self destructive, and the like”. Demikian pula Dr. Robert
Hare, dalam bukunya “Without Conscience: The disturbing world of the
Psychopaths among us“ (1993) masih bergelut dengan isyu yang sama, yaitu
kepribadian psikopat yang nampaknya baik hati, tetapi sangat merugikan
masyarakat.
Karena itu Dr. Cleckley dan lebih dari setengah abad kemudian juga Dr. Hare,
mengajak masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan adanya Psikopat di sekitar
kita, bukan hanya yang bersifat kriminal atau seksual, melainkan juga yang
non-kriminal dan non-seksual. Justru tipe yang nampaknya tidak berbahaya,
tampil seperti orang biasa, bahkan dengan perilaku yang menarik itulah yang
lebih sering merugikan masyarakat. Itulah pula yang kadang-kadang menimbulkan
kontroversi tentang istilah. Kebanyakan pakar menamakan gejala ini “Psikopat”
(karena yang menderita kelainan [patologik] adalah jiwa individualnya[Psyche]),
sementara sebagian pakar lain lebih suka manamakannya “Sosiopat” (karena
melanggar norma sosial, dan masyarakat [society]-lah yang akhirnya menjadi
korban).
Namun perlu dicatat, bahwa istilah Psikopat, yang sejak 1952 diganti dengan
Sosiopat dan dalam DSM II 1968 resmi dinamakan Sosiopat (Ramsland, tanpa tahun)
itu, justru tidak bisa ditemukan dalam DSM IV. Yang ada dalam manual baku yang
digunakan oleh para psikitaer di seluruh Amerika Serikat (dan diacu juga oleh
para psikolog klinis dan psikiater dan psikolog di Indonesia) itu adalah 10
jenis Kelainan Kepribadian (Personality Disorders) (American Psychiatric
Association, 1994: 629). Hare sendiri menyamakannya dengan salah satu kelainan
di antara yang 10 itu, yaitu Anti Social Personality Disorder (Hare, Hart &
Harpur, 1991), tetapi di antara sembilan yang lain terdapat tipe-tipe yang juga
disebut-sebut sebagai ciri Psikopat, yaitu Borderline, Histrionic, dan
Narcistic Personality Disorders (Cunliffe, 2005; Helfgott, 2004; Bouchard,
2002). Jadi yang bagaimanakah yang sebenarnya?
Pertanyaan tentang definisi dan ruang lingkup pengertian Psikopat adalah salah
satu pertanyaan penting yang perlu diklarifikasi. Pertanyaan-pertanyaan lain
yang juga memerlukan klarifikasi adalalah etiologi, sindrom, dan terapi atau
pencegahannya, di samping metode dan alat ukur yang bisa dan biasa digunakan
untuk meneliti gejala ini. Semua pertanyaan itu dicoba untuk diklarifikasi
dalam makalah ini, yaitu dengan cara menjajagi artikel-artikel dalam jurnal
yang bisa diperoleh melalui fasilitas PsychINFO dalam website www.APA.org yang
tersedia bagi anggota dan affiliate dari American Psychological Association.
Tujuannya adalah agar diperoleh gambaran yang jelas tentang apa Psikopat itu,
untuk menghilangkan kesimpang siuran dan untuk memungkinkan pemahaman,
penelitian dan penanganan yang lebih baik terhadap gejala tersebut.
Berikut ini adalah rangkuman dari penelitian saya terhadap 19 jurnal yang
terbit dalam kurun waktu 2002-2005 di negara-negara Amerika Serikat, Asutralia
& New Zealand, Kanada dan Eropa dalam bidang-bidang ilmu Psikologi,
Psikologi Forensik, Psikologi Kedokteran, Kesehatan Mental, Psikologi
Neurologik, Kesehatan Masyarakat, Psikiatri, Kriminologi dan Hukum.
Definisi dan Ruang Lingkup.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, DSM IV tidak mencantumkan Psikopat dalam
daftar penyakit/gangguan/kelainan jiwa di lingkungan psikiatri Amerika Serikat.
Namun Hare sendiri dalam bukunya Without Conscience (1993) secara eksplisit
mendefinsikan Psikopat sebagai berikut:
Psychopath is a personality disorder defined by a distinctive cluster of
behaviors and inferred personality traits, most of which society views as
pejorative.
Cluster of behaviors yang dimaksud dideskripsikan oleh beberapa literatur
sebagai antisocial, borderline, histrionic dan narcisstic (Hare, Hart &
Harpur,, 1991; Cunliffe, 2005; Helfgott, 2004; Bouchard, 2002), yang menurut
DSM IV mempunyai pengertian sebagai berikut:
? Antisocial Personality Disorder is a pattern of disregard for, and violation
of, the rights of others
? Borderline Personality Disorder is a pattern of instability in interpersonal
relationships, self image, and affects, and marked impulsivity
? Histrionic Personality Disorder is a pattern of excessive emotionally and
attention seeking
? Narcisstic Personality Disorder is a pattern of grandiosity, need for
admiration, and lack of empathy (American Psychiatrist Association, 1994; 629)
Bahwa pengertian Psikopat sebagai gejala kelainan kepribadian eksis dalam
jurnal-jurnal ilmiah, dan mempunyai pengertian luas yang mencakup ke empat ciri
kelainan kepribadian di atas dapat kita temukan antara lain dalam deskripsi yang
dikemukan oleh Wallace & Newman (2004) sebagai berikut:
The most salient characteristic of the psychopath is the propensity to engage
in maladaptive and inappropriate behavior of all sorts, including antisocial
and criminal actions.
Selanjutnya Hare, yaitu menjelaskan bahwa ada dua unsur utama dalam pengertian
Psikopat, yaitu faktor afektif/interpersonal dan faktor gaya hidup sosial yang
menyimpang. Menurutnya sifat-sifat (traits) psikopat adalah: lack of remorse or
empathy, shallow emotions, manipulativeness, lying, egocentricity, glibness,
low frustration tolerance, episodic relationships, parasitic lifestyle, dan
persistent violation of social norms (Hare, 1999). Berdasarkan konstruk
Psikopat seperti itu, Hare kemudian mengembangkan alat ukur Psikopat yang
dikenal dengan nama PCL-R (Psychopathy Checklist-Revised) pada tahun 1985 (akan
dibahas dalam bagian tentang alat ukur).
Tetapi yang menarik adalah bahwa kebanyakan jurnal yang diteliti, justru
mendefinsikan dan menggambarkan Psikopat dan ruang lingkupnya hanya sebatas
yang menyangkut antiosial dan kekerasan (Pridmore, Chambers & McArthur,
2005), kriminal (Granlund, 2005), kekerasan seksual (Litman, 2004; Meloy, 2002;
Quinn, Forsyth & Mullen-Quinn, 2004) dan narapidana atau tersangka (Endres,
2004; Guy & Edens, 2003; Pham dkk., 2003). Dengan demikian, pengertian dan
ruang lingkup Psikopat dalam jurnal-jurnal tersebut di atas tidak jauh dari
pengertian awam yang berlaku di masyarakat, atau dengan perkataan lain,
penelitian-penelitian yang di laporkan dalam jurnal-jurnal lebih disesuaikan
dengan persepsi masyarakat tentang Psikopat, bukan atas dasar hasil-hasil
penelitian yang terdahulu.
Bahwa pengaruh awam besar terhadap dunia ilmu Psikopat, ternyata bukan hanya
terbatas dalam pendefinisian dan pendeskripsian kelainan jiwa itu saja,
melainkan juga dalam hal terapi dan pencegahannya, sebagaimana akan dibahas
dalam bagian lain dari makalah ini.
Etiologi
Sama seperti dalam hal definisi dan ruang lingkup, ilmu pengetahuan sebagaimana
tercermin dalam jurnal-jurnal yang diteliti, tidak berbicara jelas tentang
faktor-faktor penyebab kelainan kepribadian yang bernama Psikopat ini. PCL-R
yang dikembangkan oleh Hare mungkin merupakan alat yang baik untuk
mendiferensiasi antara orang-orang dengan gejala Psikopat dan yang tidak, namun
alat itu tidak bisa menunjukkan faktor penyebab dari kelainan kepribadian itu.
Hare sendiri memeriksa seorang pasien pria, berusia 46 tahun bernama AI yang
menunjukkan semua gejala Psikopat. Hasilnya adalah bahwa pada AI ditemukan kelainan
di otak, yaitu bahwa AI tidak dapat memisahkan stimulus yang bersifat rasional
dari yang emosional. Semua stimulus diolah sekaligus oleh belahan otak kiri
(pusat rasio) dan otak kanannya (pusat emosi). Karena itu menurut Hare seorang
Psikopat bukan sekedar berbohong atau hipokrit (munafik), tetapi ada sesuatu
yang lebih serius di baliik itu, yaitu ada kelainan di otaknya (Hare, 1999).
Dugaan tentang adanya faktor biologis ini juga muncul dalam laporan Pridmore,
Chambers & McArthur (2005). Peneliti-peneliti itu melaporkan adanya
hubungan antara gejala Psikopat dengan kelainan sistem serotonin, kelainan
struktural (“…decreased prefrontal grey matter, decreased posterior hippocampal
volume and increased callosal white matter) dan kelainan fungsional (… dysfunction
of particular frontal and temporal lobe) otak. Namun mereka mengakui bahwa
diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menkonfirmasi temuan-temuan
itu.
Temuan lain yang berkaitan dengan faktor biologik disampaikan juga oleh Litman
(2004) yang menyebutkan adanya kelainan neurologik pada sindrom Erotic
violence, dan Raine et al. (2003) yang mengungkapkan adanya kelainan pada
Corpus collosum, namun penelitian-penelitian ini dilakukan atas dasar jumlah
kasus yang sangat terbatas, bahkan ada kalanya hanya atas dasar satu kasus saja
(seperti halnya dengan penelitian Hare sendiri), sehingga masih membutuhkan
penelitian lanjutan atau penelitian replikasi (ulang) untuk mengkonfrimasi
hasilnya (Pridmore, Chambers & McArthur, 2005).
Penjelasan non-biologik dan non-medik dilaporkan oleh beberapa peneliti, antara
lain oleh psikoanalis Bouchard (2002) yang meneliti sebuah film drama tentang
Hendrik H?fgen seorang aktor Jerman yang hidup dalam era rezim Hitler dan
bergabung dengan Nazi untuk memenuhi hasrat narsistiknya. Ia meninggalkan
begitu saja dua pacarnya, yaitu Julietta yang berkulit hitam dan Barbara, untuk
mencapai sukses sebagai seniman teaternya Jenderal Goering. Namun dibalik
idealisme-idealisme bossnya yang dikembangkan dalam teater-teaternya (diberi
nama sisi Hamlet dari kepribadiannya), H?fgen ternyata menemukan wadah untuk
menyalurkan hasrat-hasrat narsistiknya yang patologis itu (dianalogikan dengan
Mephisto ) . Mephisto, menurut Bouchard adalah defense mechanism yang primitif
terhadap ketidak mampuan Super-ego Hamlet untuk bertahan terhadap hasrat-hasrat
primitif dari Id-nya. Tetapi penjelasan psikoanalisis oleh Bouchard ini, sekali
lagi hanya didasarkan pada satu kasus, dan itu pun kasus dalam film drama,
bukan kasus yang sesungguhnya.
Laporan lain mengenai faktor penyebab Psikopat dikemukakan oleh Kirkman (2002).
Menurut Kirkman, yang penting adalah mempelajari faktor-faktor penyebab dari
Psikopat-psikopat yang di luar rumah sakit atau penjara, sebab mereka ada di
tengah-tengah masyarakat dan bisa langsung merugikan masyarakat. Menurut
penelitiannya, mereka yang berkepribadian Psikopat mempunyai latar belakang
masa kecil yang tidak memberi peluang untuk perkembangan emosinya secara
optimal. Anak-anak yang tidak dididik dan diasuh sedemikian rupa sehingga
emosinya berkembang dengan baik, akan tumbuh menjadi orang-orang yang tidak
bisa berempati dan tidak mempunyai kata hati (consceince). Dengan perkataan
lain, mereka akan menjadi orang dengan kepribadian Psikopat.
Tetapi peneliti-peneliti lain lagi (Miller & Lynam, 2003) menyatakan bahwa
kepribadian Psikopat bersumber kepada kelainan kepribadian itu sendiri, karena
ia menemukan korelasi antara perilaku orang-orang dengan sindrom psikopat,
dengan skor yang tinggi dalam test kepribadian yang disebut Revised NEO
Personality Inventory (NEO-P-I-R, 1992). Atau ada pula yang menyatakan bahwa
gejala Psikopat, khususnya yang menyangkut kekerasan seksual, disebabkan oleh
sejumlah faktor tertentu, yaitu:
(1) search polygini (2) callousness and a lack of empathy (3) a lack of
attachment or bonding (4) sensation seeking as a product of chronic, cortical
underasousal (5) grandiosity (6) entitlement (7) a predominance of part-object
relations (8) a high frequency of predatory violence, dan (9) the leaving by
consensual sex partners when the psychopaty is identified (Meloy, 2002)
Sindrom
Seperti sudah diuraikan di atas, sindrom yang paling sering disebutkan dalam
jurnal-jurnal adalah sindrom kekerasan (violence) dan seks (Wallace &
Newman, 2004; Litman, 2004; Oei, 2005; Grandlund, 2005; Bouchard, 2002; Meloy,
2002). Hal ini mencerminkan citra Psikopat sebagai sosok yang sangat berbahaya
dianggap bisa mencelakakan atau membahayakan nyawa orang lain. Tetapi diluar
itu, ada juga peneliti yang memperhatikan sifat-sifat Psikopat yang lain,
seperti histrionic, narsistik dan antisosial (Cunliffe & Gacono, 2005;
Helfgott, 2004), kurang perhatian dan kurang kemampuan eksekusi (Pham,
Vanderstukken, Philippot & Vanderlinden, 2003), kurang afeksi, kurang
hubungan interpersonal, kemampuan rendah dalam reaksi otomatis terhadap stress,
dan kemampuan spatial (Raine et al. 2003). Selanjutnya Endress (2004)
menyampaikan bahwa ada 3 indikator yang valid untuk menentukan sindrom
Psikopat, yaitu dalam pola bicaranya, pola perilaku dalam hubungan
iterpersonal-nya dan pola perbendaharaan bahasanya (linguistic properties),
khususnya dalam penggunaan kata-kata vulgar (coarse languange). Temuan lainnya
adalah bahwa penyandang sindrom Psikopat (berdasarkan kriteria DSM IV) dari
orang yang non-Psikopat adalah bahwa Psikopat bukannya tidak bisa memahami
masalah dari perspektif korban, tetapi tidak bisa memahami dampak yang akan
dialami korban sebagai akibat perilaku si Psikopat tersebut (Dolan &
Fullam, 2004).
Tetapi yang paling menarik untuk disimak adalah bahwa hampir semua artikel
dalam jurnal-jurnal itu berbicara tentang Psikopat pada pria. Seakan-akan
Psikopat adalah monopoli laki-laki. Hanya satu artikel, yaitu yang ditulis oleh
Cunliffe & Gacono (2005) yang secara eksplisit melaporkan sindrom Psikopat
pada wanita. Dengan menggunakan test PCL-R dan Rorschach, kedua peneliti itu
menyatakan bahwa Psikopat perempuan berbeda dari Psikopat laki-laki dan
penyandang ASPD (Anti Social Personality Disorder) yang non-Psikopat (menurut
Cunliffe & Gacono ternyata ASPD tidak otomatis identik dengan Psikopat)
adalah bahwa Psikopat perempuan menunjukkan lebih banyak “… disturbances in
self perception, interpersonal relatedness, and reality testing”.
Metodologi dan alat ukur.
Kesulitan metodologis dalam penelitian tentang Psikopat, terutama datang dari
terbatasnya kasus yang tersedia. Karena itu beberapa penelitian hanya
didasarkan pada satu kasus saja (Hare, 1993; Litman, 2004; Bauchard, 2002).
Beberapa penelitian lain terbatas pada sampel tertentu yang bias, seperti
Narapidana, walaupun jumlahnya relatif besar (N=63) (Endres, 2004). Penelitian
dengan sampel besar hanya bisa dilakukan terhadap topik-topik yang lebih umum
dan bisa menggunakan responden umum seperti studi komparatif (N orang dengan
indikasi Psikopat berdasarkan DSM IV = 89, N kontrol = 20) (Dolan & Fullam,
2004), atau studi simulasi (N mahasiswa S1 = 174) (Guy & Edens, 2003).
Kesulitan lainnya adalah dalam mendefinsikan konstruk Psikopat itu sendiri.
Karena sangat bervariasinya definisi, maka agak sulit untuk saling
membandingkan antar hasil penelitian. Bias yang besar dari pandangan awam yang
berpengaruh pada peneliti, juga menyebabkan penelitian terbatas pada
segmen-segmen tertentu dari pelaku maupun korban Psikopat. Dengan demikian sulit
untuk mengembangkan teori yang baik yang bisa menjelaskan gejala kelainan
kejiwaan ini berdasarkan temuan-temuan empirik (metode induksi).
Yang sudah pernah dilakukan adalah arah metodoligis yang sebaliknya, yaitu
berdasarkan teori tertentu, dikembangkan alat-alat ukur tertentu. Seperti dari
teori tentang kriteria diagnostik dikembangkanlah alat ukur PCL-R (Hare, 1993;
Cunliffe & Gacono, 2005; Helfgott, 2004; Brinkley, 2004; Endres, 2004).
Alat ukur lain yang digunakan berdasarkan teori yang sudah eksis (metode
deduksi) adalah Primitive Defense Guide (Helfgott, 2004), Rorschach (Cunliffe
& Gacono, 2005), ToM (Theory of Mind) (Dolan & Fullam, 2004; Ritchell,
et al. 2003), SCT (Sentence Completion Test) (Endres, 2004), dan NEO PIR
(Miller & Lynam, 2003).
Terapi dan Pencegahan.
Sebagai kelainan kepribadian yang belum bisa dipastikan penyebabnya, Psikopat
belum bisa dipastikan bisa disembuhkan atau tidak. Hare sendiri mengamati bahwa
perawatan terhadap Psikopat, bukan saja tidak menyembuhkan, melainkan justru
menambah parah gejalanya, karena Psikopat ybs. bisa makin canggih dalam
memanipulasi perilakunya yang merugikan orang lain, Walaupun demikian, Hare
menegaskan bahwa kenyataan bahwa Psikopat belum bisa disembuhkan, tidak berarti
bahwa Psikopat tidak perlu dirawat sama sekali. Keadaan ini justru harus memacu
para pakar, karena merupakan tantangan yang harus dipecahkan. Beberapa hal,
kata Hare akan membaik sendiri dengan bertambahnya usia, misalnya energi yang
tidak sebesar waktu muda lagi. Proses ini seharusnya bisa dipercepat dengan
prosedur tertentu (Ramsland, tanpa tahun).
Di sisi lain, Kirkman (2002) yang percaya bahwa kerpibadian Psikopat terbentuk
karena salah asuh pada masa kecil, berpendapat bahwa Psikopat bisa dicegah jika
indikasi kelainan kepribadian itu bisa dideteksi sedini mungkin dan diberi
asuhan sedemikian rupa sehingga meminimalkan risiko individu dari kekurangan
afeksi pada masa kecilnya yang akan menyebabkan berkembangnya perilaku yang
merugikan dari seorang Psikopat.
Dampak dari ketidak tahuan ilmuwan tentang penyembuhan Psikopat, adalah
timbulnya reaksi dalam masyarakat untuk melindungi diri dari serangan Psikopat
melalui Undang-undang. Tetapi seperti halnya dalam hal perumusan ruang lingkup
dan topik penelitian, Undang-undang anti Psikopat juga lebih dipengaruhi oleh
pandangan awam, ketimbang penelitian ilmiah.
Di Belanda, misalnya, UU anti Psikopat diluncurkan dua kali, yaitu pada awal
abad XX dan di tahun 2002. Tujuannya tidak berubah dalam kurun waktu yang
sekitar 100 tahun itu, yaitu untuk mencegah “disturbed criminals” untuk
mengganggu masyarakat, dengan cara menangkap mereka dan mendidik mereka di
dalam penjara agar bisa berperilaku yang lebih sesuai dengan norma masyarakat.
Tetapi akibatnya adalah polisi dengan gampang menangkap dan memenjarakan setiap
pemabok di jalanan dengan dakwaan Psikopat (Oei, 2005).
Demikian pula di AS. Hukum anti Psikopat di AS dimulai tahun 1930an dengan UU
di negara-negara bagian Midwestern yang ditujukan kepada Sex offenders, berupa
UU anti Psikopat seksual. Pada tahun 1990an dikeluarkan UU anti Sexually
deviant behavior, yang arahnya adalah pencegahan Psikopat seksual, melalui
program-program pencekalan. Namun masyarakat ingin tetap mempertahankan UU
tahun 1930an tentang anti Sex offenders, karena sifatnya yang lebih coercive
dan dirasakan bisa lebih melindungi masyarakat. Akhirnya terbitlah UU anti Sex
offender itu (Sexually Violent Predator Acts (SVP). Ternyata jurisprudensi
selama puluhan tahun tidak diperhatikan, yang berarti bahwa pertimbangan-pertimbangan
medis hampir-hampr tidak diperhatikan dalam pembuatan UU baru (Granlund, 2005;
Quinn, Forsyth & Mullen-Quinn, 2004).
Kecenderungan untuk lebih memperhatikan pendapat awam ketimbang pertimbangan
pakar juga terbukti dalam sebuah survey yang dilakukan terhadap 172 mahasiswa
Strata 1. Kepada mereka ditanyakan, seandainya mereka harus memberi hukuman
terhadap tersangka SVP dengan predikat Psikopat atau yang non-Psikopat, yang
manakah yang akan mereka beri hukuman yang lebih berat? Yang Psikopat atau non-Psikopat?
Dan siapakah yang akan mereka jadikan acuan? Tuntutan jaksa atau kesaksian
dokter ahli (clinician)? Jawab responden adalah hukuman lebih berat pada yang
Psikopat, berdasarkan tuntutan jaksa, bukan kesaksian dokter ahli (Guy &
Edens, 2003).
Penutup.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hampir semua pihak di masyarakat
menyadari bahayanya Psikopat dan perlunya mayarakat dilindungi dari gangguan
Psikopat, baik yang kriminal yang barsifat kekerasan dan seks, maupun yang
bukan.
Namun karena ilmu pengetahuan pun belum bisa memastikan faktor-faktor
penyebabnya, bahkan belum sepakat dalam mendefinisikan pengertian Psikopat itu
sendiri (atau Sosiopat?), maka masyarakat hanya menggunakan akal sehatnya saja
dalam melindungi dirinya. Karena itulah pandangan awam sangat kuat pengaruhnya
pada penyusunan Undang-undang, maupun terhadap upaya pencegahan dan terapi,
bahkan pada arahan topik-topik penelitian. Dalam hal yang terakhir ini,
masyarakat lebih menginginkan penelitian pada violent Psychopath dan Sex
offenders, walaupun tetap diakui bahwa jenis-jenis Psikopat yang lain juga
sangat bisa merugikan masyarakat.
Kecenderungan yang terdapat dalam jurnal-jurnal Barat ini, tentunya tidak jauh
berbeda dari keadaan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Negara-negara Barat yang dimaksud sudah mencakup seluruh dunia, dari Kadana
sampai Australia, dari Belanda sampai AS. Sudah barang tentu kondisi
negara-negara berkembang dalam hal penelitian dan penanganan Psikopat ini lebih
tertinggal lagi dari yang di Barat. Apakah yang bisa dan perlu dilakukan di
Indonesia? Tentunya terpulang pada para pakar Indonesia sendiri.
Daftar Pustaka.
American Psychiatric Association, 1994, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM IVTM), Washington DC: APA
Bouchard, Marc-André, 2002, Mephisto against Hamlet: The internal tyranny and
seduction of primitive idealization, Canadian Journal of Psychoanalysis, 10(1),
Spr, 91-114.
Brinkley, Chad A.; Newman, Joseph P.; Widiger, Thomas A. & Donald, R.,
2004, Two approaches to parsing the Heterogeneity of Psychopathy, Clinical
Psychology: Science and Practice, 11(1), Spr, 69-04
Cunliffe, Ted & Gacono, Carl B, 2005, A Rorschach investigation of
incarcerated female offenders with Antisocial Personality Disorder, International
Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 49(5), Oct, 530-546
Dolan, Mairead & Fullam, R., 2004, Theory of mind and mentalizing ability
in antisocial personality disorders with and without psychopathy, Psychological
Medicine, 34(6), Aug, 1093-1102
Endres, Johan, 2004, The language of psychopath: Characteristics of prisoners’
performance in a sentence completion test, Criminal Behavior and Mental Health,
14(3), 214-226
Granlund, Katie, 2005, Does Societal input lead to successful Sex offender
legislation? Law & Psychology Review, 29, Spr, 197-210
Guy, Laura S. & Edens, John F, 2003, Juror decision-making in a mock
sexually violent predator trial: Gender differences in the impact of divergent
types of expert testimony, Behavioral Science & the Law, 21(2), 215-237
Hare, R.D., Hart, S.D. & Harpur, T.J., 1991, Psychopathy and the DSM IV
criteria for Antisocial Personality Disorder, Journal of Abnormal Psychology,
100, 391-398.
Hare, Robert, 1993, Without Conscience: The disturbing world of the Psychopaths
among us, The Guilford
Helfgott, Jacqueline B., 2004, Primitive Defenses in the language of the
Psychopath: Consideration for Forensic Practice, Journal of Forensic Psychology
Practice, 4(3), 2004, 1-29
Kirkman, C.A., 2002, Non-incarcerated psychopaths: Why we need to know more
about the psychopaths who live amongst us, Journal of Psychiatric and Mental
Health Nursing, 9(2), Apr, 155-160.
Litman, Larry C., 2004, A case of Erotic Violence syndrome, Canadian Journal of
Psychiatry, 49(3), Mar, 217-218
Meloy, J. Reid, 2002, The “polymorphously perverse” psychopath: Understanding a
strong empirical relationship, Bulletin of the Menninger Clinic, 66(3), Sum,
273-289
Miller, Joshua D. & Lynam, Donald R., 2003, Psychopahy and the Five-factor
model of personality: A replication and extension, Journal of Personality
Assessment, 82(2), 168-178
Oei, T.I., 2005, The SOV Regulation. Anew criminal code regulation measured
against the behavioral sciences, European Journal of Psychiatry, 19(2),
Apr-Jun, 69-77
Pham, T.H.; Vanderstukken, O.; Philippot, P. & Vanderlinden, M., 2003,
Selective Attention and Executive Functions deficits among criminal
Psychopaths, Aggressive Behavior, 29(5), 393-405
Pridmore, Saxby; Chambers, Amber & McArthur, Millford, 2005, Neuroimaging
in psychopathy, Australian and New Zealand Journal of Psychiatry, 39(10), Oct,
856-865
Quinn, James F.; Forsyth, Craig J. & Mullen-Quinn, Carla, 2004, Societal
reaction to sex offenders: A review of the origins and results of the myths
surrounding their crimes and treatment amenability, Deviant Behavior, 25(3),
May-Jun, 215-232
Raine, Adrian; Lencz, Todd; Kristen, Hellige; Joseph, B.; Bihrle, Susan;
Lacasse, Lori; Lee, Mini; Ishikawa, Sharon; Coletti, Patrick, 2003, Corpus
Callosum abnormalities in psychopathic antisocial individuals, Archieves of
General Psychiatry, 60(11), Nov, 1134-1142
Ramstad, Katherine, tanpa tahun, Criminal mind/Criminal Psychology Dr. Robert
Hare: Expert on Psychopath, makalah, dibagikan oleh Panitia “Seminar Akbar
Nasional Psikopat 2006”
Richell, R.A.; Mitchell, D.G.V.; Newman, C.; Leonard, A.; Naron-Cohen, S. &
Blair, R.J.R., 2003, Theory of mind and psychopathy: Can psychopathic
individuals read the ‘language of the eyes’? Neuropsychologia, 41(5), 523-526
Wallace, Johnn F.; & Newman, Joseph P., 2004, A Theory-based treatment
model for Psychopathy, Cognitive and Behavioral Practice, 11(2), Spr, 178-189
Share and Enjoy: